Oleh : AHMAD SETIAWAN SH.MH – MANAGING PARTNER AS LAW FIRM
(Kotapraja.com) – Belakangan ramai di media tentang seorang istri yang melaporkan suaminya ke pihak kepolisian dengan dugaan tindak pidana perzinaan. Pihak kepolisian setelah melakukan serangkaian pemeriksaan dan mempunyai bukti yang cukup telah menetapkan Tersangka dan melimpahkan perkara ini ke Kejaksaan akan tetapi pihak kejaksaan mempunyai pendapat hukum yang berbeda dengan beranggapan bahwa berkas perkara tersebut P 19 atau dikembalikan kepada penyidik untuk dilengkapi. Tidak ada yang salah, sudah menjadi hal biasa antara penyidik dan penuntut mempunyai pendapat hukum yang berbeda.
PERZINAAN
Tindak pidana perzinaan diatur dalam pasal 284 KUHP yang berisi aturan tentang tindak pidana perzinaan yaitu hubungan seksual diluar perkawinan yang dilakukan oleh pasangan yang sudah menikah. Perzinaan ini juga telah diatur dalam KUHP yang baru yang akan berlaku pada 1 januari 2026 yaitu dalam pasal 411 Undang Undang no 1 tahun 2023. Pasal 411 dalam KUHP baru ini adalah menegaskan komitmen pemerintah untuk menegakkan norma norma kesusilaan dalam Masyarakat.
Perbedaan mendasar dalam perubahan undang undang tersebut adalah sanksi pidana di pasal 284 KUHP yang lama ancaman pidananya adalah 9 bulan sementara di KUHP yang baru ancaman hukumannya 1 tahun dan denda 10 juta rupiah.
Tindak pidana perzinaan ini adalah perbuatan persetubuhan diluar perkawinan yang dilakukan oleh dua orang yang tidak terikat perkawinan atau salah satu pihak terkait perkawinan dengan orang lain.
Unsur unsur terpenuhinya perbuatan tindak pidana perzinaan adalah terbukti melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya dan salah satu atau keduanya terikat perkawinan yang sah dengan orang lain.
Tindak pidana perzinaan ini adalah delik aduan sehingga kalau tidak ada yang mengadukan maka tidak bisa dilakukan penuntutan. Didalam pasal 284 KUHP yang boleh melakukan pengaduan adalah suami atau istri dari pihak yang merasa dirugikan tersebut.
Sementara dalam pasal 411 KUHP yang baru yang boleh melakukan pengaduan adalah suami atau istri yang terikat perkawinan atau bisa juga dilakukan oleh orang tua atau anak pelaku bagi yang tidak terikat perkawinan.
Pada tindak pidana Perzinaan tersebut harus dilakukan pembuktian.Tindakan seksual harus dibuktikan melalui bukti dan hubungan seksual harus terjadi antara wanita dan pria tersebut.
Bukti tidak langsung seperti surat,percakapan di medsos,foto tidak cukup untuk membuktikan perzinahan dan harus ada bukti bukti lainnya untuk memperkuat dugaan terjadinya tindak pidana perzinahan. Harus ada bukti konkret dari perzinahan tersebut.
Pembuktian dengan alat media elektronik haruslah mendapatkan pengakuan dari pendapat ahli.Penggunaan alat bukti petunjuk harus memenuhi unsur formil dan materiil.
Alat bukti yang dapat digunakan untuk membuktikan perzinahan adalah saksi,pengakuan dan Qarinah. Saksi adalah orang yang melihat langsung kedua pelaku melakukan persetubuhan,minimal empat orang laki laki untuk menguatkan laporannya.
Pengakuan adalah pernyataan dari kedua pelaku yang telah melakukan perzinaan.Qarinah adalah tanda tanda atau petunjuk seperti contoh kehamilan bagi Perempuan yang belum menikah.
Pada pengaduan perbuatan perzinahan dapat dilaporkan oleh yang berhak dalam hal ini suami/istri bagi yang sudah terikat perkawinan dan juga bisa dilakukan oleh orang tua atau anak bagi yang belum terikat perkawinan ke pihak yang berwajib dalam hal ini kepolisian dimana terjadinya perbuatan tersebut.
Dalam istilah hukum mengenal Locus delicti adalah tempat terjadinya tindak pidana. Penentuan locus Delicti sangat penting karena mempengaruhi kompetensi pengadilan mana yang berwenang mengadili perkara tersebut. (*)
SELAMAT MENUNAIKAN IBADAH RAMADHAN 1446 H…